Pages

Thursday, January 19, 2012

yang tak terpilih


Memilih adalah sebuah kondisi dimana kita harus membuat keputusan dalam hidup untuk menjalani sesuatu dan menafikan sesuatu yang lain untuk sebuah tujuan yang mestinya dapat dipertanggung- jawabkan. Bentuk pertanggung-jawaban itu bisa kepada Tuhan Sang Pencipta, masyarakat ataupun pada sesuatu yang pada akhirnya tidak kita pilih…
Mengapa misalnya kita juga harus mempertanggung-jawabkan keputusan kita pada yang tak terpilih?
Jawabannya adalah agar yang tak terpilih merasa bahwa dirinya juga menjadi subjek diantara beberapa pilihan, dan bukan semata objek yang menjadi tidak penting untuk dipertimbangkan.. pada kondisi ini dia akan merasa lebih ikhlas menerima keadaan ke-tak terpilihannya sebagai bagian dari takdir dan bukan karena alasan bahwa dia tidak layak untuk dipilih…
Karena jujur menjadi tak terpilih adalah berat, ketika dia berpikir bahwa dia layak untuk dipilih..

Sulit memang ketika kita dihadapkan pada berbagai pilihan di dalam hidup, meski misalnya kita telah dapat menghitung untung-rugi, plus-minus, pula ‘akibat’ dari memilihnya kita terhadap sesuatu(seseorang) yang dengan sendirinya mengorbankan seseorang yang lain…
Kenapa yang tak terpilih juga berhak untuk ikut diperhatikan, pada penekanan kata ‘akibat’?  Alasannya bahwa yang tak terpilih adalah yang paling dirugikan, sementara kita dan pilihan kita adalah pihak yang paling diuntungkan, atau setidaknya berada pada zona aman..   
Dalam posisi seperti ini idealnya kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, pada saat kita telah sepenuhnya istiqomah bahwa pilihan kita adalah yang paling benar, tetapi juga dapat memahami kondisi dan perasaan seseorang yang tidak kita pilih.. Bukankah ridhaNya adalah tergantung ridhanya orang lain pada kita?
Pun demikian dengan cinta, walau semestinya cinta tidak dapat ditempatkan sebagai sebuah pilihan..
Mengapa cinta tidak dapat menjadi pilihan? Penyebabnya adalah bahwa cinta itu kodrati, dia akan ada meski kita tidak memilih, dan cinta tidak mengharuskan kita untuk memilih..dia akan terus ada hingga kematian merenggut kita..
Sementara persoalan misalnya kita mengorbankan seseorang yang kita cintai demi cinta kita yang mungkin lebih besar pada orang yang akhirnya kita pilih, dengan alasan bahwa cinta harus memilih.. sepertinya hanya mencoba memaksakan sebuah pembenaran yang lebih berpihak kepada kita… dan tak pernah kita berpikir bagaimana kondisi dan perasaan seseorang yang tidak kita pilih..
Jika demikian adanya.. sungguh tragis apa yang di alami oleh ‘yang tak terpilih’…. Mungkin saja perasaannya terkoyak, bukan hanya karena dia tidak terpilih, tapi juga haknya mencintai dan dicintai digerus oleh pembenaran bahwa cinta harus memilih… padahal mungkin dia tidak menuntut untuk dipilih… juga tidak meminta untuk diprioritaskan… dia hanya menginginkan untuk dicintai dan jangan mencegahnya untuk mencintai… karena sekali lagi bahwa cinta itu kodrati…
Akan jauh lebih adil mungkin apabila kita juga memikirkan perasaannya yang tak terpilih, bukan melalui pendekatan logikal, tapi lebih kepada pendekatan emosioanal.. karena yang tak terpilih akan cenderung men-dramakan perasannya ketimbang berusaha rasional dan realistis.. sebab dia akan sulit menerima apapun sintesa pembenaran dari ketidak-terpilihannya..
Memikirkan perasaannya adalah penting, karena sadar atau tidak kita berandil besar atas kesakitan yang dialaminya…. Kecuali mungkin… kita tidak pernah mencintainya, dan hanya menempatkannya sebagai bagian tak penting dari episode perjalanan hidup kita..

No comments:

Post a Comment